buriani swetu fundikira

PERAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DI SEKOLAH DALAM MEMBENTUK MANUSIA BERKARAKTER PANCASILA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam ketetapan MPR Nomor 11/MPR/1978, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Di samping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan nahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan serta merosotnya moral etika para siswa. Hal ini telah tidak bisa dikaji hanya dengan melihat satu aspek saja. Kondisi sosial ekonomi serta keadaan pendidikan kita dilapangan mengalami sebuah gejala kesenjangan. Banyaknya bangunan sekolah yang tidak layak pakai untuk melakukan proses pembelajaran, biaya pendidikan yang mahal, yang sulit dijangkau bagi kebanyakan masyarakat. Dan bahkan banyak anak-anak kecil yang putus sekolah dan memutuskan untuk mencari uang meski dengan harus turun ke jalanan karena mereka tidak mampu membayar biaya pendidikan yang begitu tinggi terutama di perkotaan. Kurikulum yang selalu berubah mempengaruhi seluruh aspek dan komponen dalam proses belajar-mengajar tersebut.
Bukan rahasia lagi, jika pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang dianut. Karenanya sistem pendidikan Indonesia dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan niali Pancasila. Dengan kata lain, sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsitem kehidupan bangsa dan masyarakat.
Pendidikan agama Hindu bertujuan untuk mengajarkan siswa bertingkah laku yang baik menurut ajaran agama Hindu. Sehingga akan terbentuk karakter siswa yang postif sesuai dengan karakter Pancasila.  masalah di atas dapat disusun sebuahh malah dengan judul “PERAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DI SEKOLAH DALAM MEMBENTUK MANUSIA BERKARAKTER PANCASILA”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa?
2.      Bagaimanakah Pancasila sebagai filsafat pendidikan nasional?
3.      Bagaimanakah hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan?
4.      Bagaimanakah filsafat pendidikan Pancasila dalam tinjauan ontologi, epistemologi, dan aksiologi?
5.      Bagaimanakah peran pendidikan agama Hindu dalam membentuk kepribadian siswa dalam membentuk manusia berkarakter Pancasila?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa.
2.      Untuk mengetahui bagaimana Pancasila sebagai filsafat pendidikan nasional.
3.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan.
4.      Untuk mengetahui bagaimana filsafat pendidikan Pancasila dalam tinjauan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
5.      Untuk mengetahui bagaimana peran pendidikan agama Hindu dalam membentuk kepribadian siswa dalam membentuk manusia berkarakter Pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa
Kita perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, Pancasila hanya kan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasila yang dimaksud di sini adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang masing--masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu kesatuan.
Sangatlah wajar jika Pancasila dikatakan sebagai falsafah hidup bangsa karena menurut Muhammad Noor Syam (1988:346), nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannya, yang meliputi:
Itulah yang termaktub dalam Pancasila dengan 36 butir-butirnya. Dengan begitu, pada dasarnya masyarakat Indonesiatelah melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah berabad lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.

2.2 Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Perjalanan negara kita, yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 telah mengalami pasang surut, begitu juga keadaan pendidikan. Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara (Rapar, 1988:40). Begitu juga dengan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ingin menciptakan manusia Pancasila. Pada tahun 1959, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan tidak menuju pembentukan manusia liberal yang dianggap sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia.Kemudian atas instruksi Menteri Pengajaran dan Budaya (PM) Prof. Dr. Priyono mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana” yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas pendidikan nasional.
Pendidikan, selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya, juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya yang hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Karena menurut Tadjab, suatu bangsa menjadi kuat, perkasa, dan berjaya serta menguasai bangsa-bangsa lain dengan sistem pendidikan yang lemah, suatu bangsa akan menjadi tidak berdaya (Tadjab, 1994:26). Untuk itu, sudah barang tentu perlu adanya tujuan yang digariskan, baik itu tujuan institusional, kurikuler maupun tujuan nasional.

2.3 Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang merupakan fungsi utamanya dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Darmodiharjo, 1988:17). Pancasila adalah dasar negara bangsa Indonesia tidak saja sebagai dasar negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber dari segala sumber hukum dan sumber ilmu pengetahuan di Indonesia (Titus, 1984:70). Dari sini, dapat kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar negara bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain.
Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat dijabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu  dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama. Sebagai contoh, dalam Pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya pendidikan agama Hindu diberikan kepada siswa sebagai pelajaran pokok yang harus diamalkan oleh siswa. Sehingga bila kita lihat dalam lingkup kelas, nilai yang tampak di antara siswa adalah saling menghormati, rajin beribadah serta menjalankan ajaran agama Hindu. Oleh karena itulah, sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, pendidikan agama Hindu harus diberikan kepada siswa agar siswa dapat mengamalkan ajaran agama Hindu yang berdasarkan sila pertama yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

2.4 Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
1. Tinjauan Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang meneyelidiki tentang hakikat yang ada. Menurut Muhammad Noor Syam (1984:24), ontologi kadangkadang disamakan dengan metafisika, sebelum manusia meneylidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu. Manusia dalam interaksinya dengan semseta raya, melahirkan pertanyaan-pertanyaan filososfis seperti apakah sesungguhnya realita yang ada itu. Jadi ontologi adalah cabang dari filsafat yang persoalaan pokoknya apakah kenyataan atau realita itu. Rumusan-rumusan tersebut identik dengan membicarakan tentang hakikat yang ada. Hakikat ada dapat berarti tidak apa-apa, karena menunjuk pada hal umum  (abstrak umum universal). Pengertian ini baru menjadi konkret kalau diberikan sesuatu di belakangnya, misalnya ada orang (Sutrisno, 1984:82).
Demikian pula halnya dengan Pancasila sebagai filsafat, ia mempunyai isi yang abstrak umum dan universal. Yang dimaksud isi yang abstrak di sini bukannya Pancasila sebagai filsafat yang secara operasional telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melainkan sebagai pengertian pokok yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila.
Pancasila memiliki masing-masing sila yang mempunyai awalan dan juga akhiran, dalam tata bahasa ,membuat abstrak, dari kata dasarnya yang artinya meliputi hal yang jumlahnya tidak terbatas dan tidak berubah, terlepas dari keadaan, tempat, dan waktu. Dengan kata lain, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjiwai sistem pendidikan nasional tidak bisa dipisahkan dengan kenyataan yang ada, karena pendidikan nasional itu dasarnya adalah Pancasila dan UUD 1945. Jadi, ini merupakan satu kesatuan yang utuh.
Sementara pendidikan agama adalah subsistem dari Pendidikan nasional. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional. Dalam GBHN Tap MPR No. II/1993 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang diselenggarakan secara terpadu dan diarahkan pada pengangkatan kualitas dan pemerataan pendidikan dasar serta jumlah dan kualitas kejuruan sehingga memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dengan memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bila dijabarkan menurut sila-sila dari Pancasila itu adalah sebagai berikut : 
a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasionala dalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini, kita diharapkan bertakwa Tuhan. Karena itu, di lingkungan  keluarga, sekolah dan masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.
b. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Manusia yang ada di muka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah (Darmodiharjo, 1988:40).
Pendidikan tidak membedakan usia, agama, dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketakwaan seseorang. Dan karena oleh yang dibangun adalah masayarakat Pancasila, maka pendidikan harus dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat susila, bertanggung jawab, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil dan berjiwa Pancasila. Dengan demikian, sekolah harus mencerminkan sila-sila dari Pancasila.
c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Persatuan merupakan kunci kemenangan. Denagn persatruan yang kuat kita dapat menikmati alam kemerdekaan. Indonesia secara geografis membentang dari 95-141 bujur timur dan 6-11 lintang selatan. Pancasila dan UUD 1945 serta kecintaan terhadap tanah air menghapus perasaan kesukuan yang sempit dan memotivasi untuk penyebaran dan pemerataan pembangunan yang kesemuanya akan mengahalangi pikiran-pikiran yang berbau separatisme atau rasialisme (Azis, 1984:125).
Sila ketiga ini tidak membatasi golongan dalam belajar. Ini berarti bahwa semua golongan dapat menerima pendidikan, baik dari golongan rendah maupun golongan yang tinggi tergantung kepada kemampuannya untuk berpikir, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1.
d. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  Sila keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini, demokrasi sering juga diartikan sebagai kekuasaan ada di tangan rakyat. Sebagai contoh, dalam memilih seseorang dalam memimpin desa, lembaga untuk menyalurkan kehendak untuk kepentingan bersama melalui musyawarah  (Djamal, 1986:82). Bila dilihat dalam dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan karena meghargai pendapat orang lain demi kemajuan. Di samping itu juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 yang menyatakan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan. Jadi dalam menyusun tujuan pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan.
e. Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Setiap bangsa di dunia bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan ini meliputi kebutuhan di bidang materiil dan di bidang spiritual yang didasarkan pada asas kekeluargaan.
Dalam sistem pendidikan nasional, maksud adil dalam arti yang luas mencakup seluruh aspek pendididikan yang ada. Adil di sini adalah adil dalam melaksanakan pendidikan, antara ilmu umum dan keagamaan itu seimbang disamping mengejar IPTEK, kita juga mengejar keimanan yang merupakan tujuan dari ibadah. Adil juga dalam arti sempit di kelas, pendidik tidak boleh membeda-bedakan siswa, misalnya orang yang berpengaruh atau anak orang kaya lebih diutamakan daripada anak seorang petani. Contoh lain, seorang kepala sekolah harus adil terhadap bawahannya secara wajar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Tinjauan Epistemologi
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan (adanya) benda-benda. Epistemologi juga dapat berarti bidaqng filsafat yang meneyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan. Dengan filsafat, kita dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga negara. Untuk itu, bangsa Indonesia telah menemukan sebuah filsafat Pancasila.
a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau panca indra dan dari ide atau Tuhan.berbeda dengan Pancasila yang tidak lahir secara mendadak melainkan melalui proses panjang yang dimatangkan dengan perjuangan. Pancasila digali dari bumi Indonesia yang merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan atau arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat Indonesia (Widjaya, 1985:176-177).
Dengan demikian, Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila, maka dapat kita ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melalu rasio atau datang dari Tahun.
b. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kepribadian manusia adalah subjek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi diri, dunia, bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruang dan wkatu “tidak ada” apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Manusia itu mempunyai potensi atau basis yang dapat dikembangkan. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi kekerasan dan kewenang-wenangan manusia terhadap yang lainnya. Tingkat kedalaman pengetahuan merupakan perwujudan dari potensi rasio dan inteligensi yang tinggi. Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan secara teknis edukatif lebih sederhana. Komunikasi antara guru dan siswa berfungsi memperjelas bahan-bahan informasi untuk menyamakan persepsi yang ditangkap dari berbagai sumber. Jadi, seorang guru tidak boleh memonopoli kebenaran. Nilai pengetahuan dalam pribadi telah menjadi kualitas dan martabat kepribadian subjek pribadi yang bersangkutan, baik secara intrinsik, lebih-lebih secara praktis.
c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar dengan faktor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. Dalam hal ini, sebagai contohnya adalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya (Idi, 2013:59). Bila ini dihubungkan dengan Pancasila maka sangat sesuai, karena dalam hubungan antarmanusia itu diperlukan suatu landasan yaitu Pancasila. Dengan demikian, kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
d. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
   Manusia diciptakan Tuhan sebagai pemimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan memang mempunyai peranan yang besar, tetapi itu tidak menutup kemungkinan peran keluarga dan masyarakat dalam membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Jadi, dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai guru yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan melalui lembaga pendidikan. Setiap ada permasalahan diselesaikan dengan jalan musyawarah, agar mendapat kata mufakat.
e. Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaraan dan prestasi individu serta sebagai karya budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia. Dalam arti luas, adil di atas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu informal, formal, dan nonformal. Dalam sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan dan mengejar IPTEK. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengoordinir dalam hal mengentaskan kemiskinan, di mana hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila. Kita harus menghormati dan menghargai hasil karya orang lain, hemat yang berarti pengeluaran sesuai dengan kebutuhan.
3. Tinjauan Aksiologi
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.  Jadi, masyarakat menajdi wadah timbulnya nilai. Dikatakan mempunyai nilai apabila berguna, benar (logis), bermoral, etis, dan ada nilai religius. Denagn demikian, dapat pula dibedakan nilai materiil dan nilai spiritual. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memiliki nilai-nilai : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai ideal, materiil, spiritual, dan nilai positif dan juga nilai logis, estetika, etis, sosial dan religius. Jadi Pancasila memiliki nilai tersendiri.
a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan hal yang utama dalam ajaran agama Hindu. Di setiap kita menyebutkan nama Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kita telah menanamkan nilai keimanan dalam diri kita. Dari segi tempat ibadah, di setiap tempat terutama di Bali kita bisa menemukan Pura ataupun Pelinggih sebagai tempat berstana Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya. Di lihat dari segi pendidikan, sejak dari tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi, diberikan pelajaran agama Hindu dan hal ini merupakan subsistem pendidikan nasional.


b. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam kehidupan umat Hindu, setiap umat Hindu datang ke Pura atau ke Merajan untuk sembahyang berhak memasuki mandala Pura dengan tidak membedakan keturunan, ras, dan kedudukan. Di hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kecuali ketakwaan seseorang. Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat Hindu.
c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Agama Hindu mengajarkan kepada kita untuk bersatu dalam menjalankan ajaran agama. Indonesia merupakan negara Pancasila, bukan negara berdasarkan satu agama. Meskipun demikian, warga negara kita tidak lepas dari pembinaan dan bimbingan kehidupan beragama untuk terwujudnya kehidupan beragama yang rukun dan damai. Dalam pendidikan, jika kita ingin berhasil maka kita harus berkorban demi tercapainya tujuan yang didambakan. Yang jelas, warga negara punya tanggung jawab untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Bercerai kita runtuh, bersatu kita teguh.
d. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Ketika ajaran Hindu datang ke Indonesia, sikap gotong royong dan musyawarah juga datang di Indonesia. Dalam Weda juga menerangkan bahwa hasil musyawarah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan dipertanggungjawabkan secara moral kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
e. Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dari segi pendidikan, adil itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama Hindu, dimana ilmu agama Hindu adalah subsistem dari sistem pendidikan nasional.
Mengembangkan perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka memberi pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dengan berdasarkan butir-butir dari sila kelima ini, kita dapat mengetahui bahwa nilai-nilai yang ada pada sila kelima ini telah ada semenjak agama Hindu masuk Di Indonesia. Nilai-nilai ini sudah menjadi darah daging dan telah diamalkan di Indonesia (Jalaluddin dan Idi, 2013:176).
Filsafat Pendidikan Pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai Sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran meiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya adalah subjek manusia Indonesia seutuhnya. Subjek manusia Indonesia seutuhnya ini terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.

2.5 Peran Pendidikan Agama Hindu dalam Membentuk Kepribadian Siswa dalam Membentuk Manusia Berkarakter Pancasila
Inti ajaran agama Hindu terdiri dari bagian yang disebut dengan Tri Kerangka Agama Hindu. Tri Kerangka Agama Hindu itu sendiri dibagi menjadi 3 bagian antara lain  Tattwa (filsafat), Susila (etika) dan Acara (ritual). Dari ketiga kerangka tersebut, dapat dikembangkan menjadi beberapa ajaran agama Hindu yang kemudian diaplikasikan kedalam sila-sila Pancasila.
Banyak tattwa yang mampu membuat seseorang menjadi berubah kearah yang lebih positif bila saja seseorang itu mampu memaknai tattwa tersebut dan mampu disesuaikan dengan kehidupan yang sekarang. Contoh yang sehari-hari kita dengar yaitu ucapan Om Swastyastu. Andai saja ucapan ini dapat dipahami dan dimaknai oleh seorang siswa, pastinya akan ada suatu anugrah, berkah dan timbulnya aura positif dari ucapan yang sangat dalam tattwanya.
Hal apapun menyangkut tattwa tentang ketuhanan haruslah diajarkan sejak dini kepada si anak. Dan disekolah pun guru-guru harus mampu memberikan pesan-pesan yang menyangkut tentang ajaran agama terutama kepercayaan terhadap Hyang Widhi haruslah ditingkatkan. Dengan kepercayaan dan kepahaman akan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maka akan timbul pemikiran positif yang akhirnya mampu diterapkan oleh para siswa kedalam sebuah tindakan konkret pastinya tindakan konkret tersebut haruslah bersifat positif. Dalam agama Hindu tingkah laku yang baik disebut dengan susila. Agama merupakan dasar tata susila yang kokoh dan kekal Hal inilah yang harus diresapi oleh semua orang khususnya para siswa sebagai generasi bangsa. Banyak kejadian-kejadian yang terjadi akibat dari perbuatan yang melanggar dari ajaran tata susila (Budiardjo, 2012:5).
Peran pendidikan agama Hindu di sekolah tentu saja didapat dari proses pembelajaran agama Hindu oleh guru.  Pendidikan yang dari sekolah tersebut, pada umumnya hanya bersifat teoritis yang dalam mekanisme pembelajarannya adalah menyampaikan pesan moral, budi pekerti, tata susila, dan makna-makna ajaran agama Hindu yang diharapkan mampu mendoktrin pikiran para siswa agar tidak melanggar dari apa yang diajarkan oleh agama Hindu. Contoh, adanya ajaran Tat Twam Asi, Ahimsa yang mengajarkan para siswa untuk memiliki sifat welas asih dan tidak menyakiti atau pun membunuh makhluk lainnya. Diajarkan pula dalam agama Hindu agar para siswa berbuat, berbicara dan berpikir yang baik yang disebut dengan Tri Kaya Parisudha. Banyak ajaran agama Hindu yang seharusnya mampu mendoktrin pemikiran para siswa.
Di sekolah pun harus meningkatkan ekstrakurikuler keagamaan seperti Dharma Gita, Dharma Wacana, praktek upakara mejejaitan. Dan sekolah harus membuat program-program yang bersifat sosioreligius. Dengan berbagai hal yang dipersepsikan di atas mengenai ajaran agama Hindu, diharapkan agar mampu membentuk kepribadian yang baik dan mempu mengikis sedikit demi sedikit krisis moral yang terjadi selama ini terutama di kalangan siswa.
Jika dihubungkan antara pendidikan agama Hindu dan Pancasila. Tentu saja setiap sila Pancasila berhubungan dengan ajaran agama Hindu. Siswa juga diajarkan untuk mengetahui ajaran agama Hindu tersebut.
a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Kita mengenal Tuhan kita dengan sebutan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Beliaulah yang menciptakan alam semesta ini. Siswa di sekolah diajarkan untuk memulai pelajaran dengan Puja Tri Sandya. Selalu melakukan persembahyangan di Padmasana sekolah saat tiba di sekolah. Merawat area tempat suci di sekolah adalah tugas setiap siswa. Sehingga karakter siswa akan terbentuk melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat religius.
b. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Ajaran agama Hindu mengajarkan kita tentang Tat Twam Asi, yaitu memperlakukan orang lain seperti memperlakukan diri sendiri. Sesama teman di sekolah adalah sama, sehingga setiap siswa harus saling menghormati satu sama lain. Siswa mampu untuk menumbuhkan rasa peduli sehingga tidak terjadi perkelahian antara siswa.
c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Sebagai umat beragama Hindu, siswa dilarang untuk saling bermusuhan. Siswa sebagai umat Hindu harus saling bersatu untuk menjaga keutuhan agama Hindu ini. Terutama siswa-siswa yang berada dalam satu sekolah harus menjaga nama baik sekolah tersebut. Siswa tidak boleh membeda-bedakan teman. Karena pada dasarnya mereka adalah siswa-siswa beragama Hindu yang satu. Ketika siswa-siswa Hindu bisa bersatu, sudah tentu ancaman dari luar dapat diselesaikan dan dilewati.
d. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Di sekolah, siswa diajarkan untuk bisa menempatkan diri dalam sebuah musyawarah. Siswa harus bisa menerima jika pendapatnya tidak diterima ioleh teman lain. Dan juga harus menerima pendapat teman lain dengan perasaan terbuka. Semua hasil musyawarah tersebut dilakukan oleh siswa dengan penuh tanggung jawab.
e. Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Setiap siswa berhak mendapatkan keadilan di sekolah, apakah itu dari guru yang mengajarkan pendidikan agama hindu atau bahkan dari lembaga sekolah. Siswa juga berhak mendapatkan keadilan untuk menggunakan sarana yang ada di sekolah. Dengan merasa mendapat keadilan, siswa akan belajar bagaimana bersikap adil kepada teman-temannya.


BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memang mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa bersangkutan. Karena itu, pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 2.
Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang pada akhirnya menentukan eksistensi dan martabat negara dan bangsa., maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan Pancasila harus terbina secara mantap demi tegaknya martabat dan kepribadian bangsa sekaligus pelestarian sistem negara Pancasila berdasarkan UUD 1945.
Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu  dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama. Sebagai contoh, dalam Pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya pendidikan agama Hindu diberikan kepada siswa sebagai pelajaran pokok yang harus diamalkan oleh siswa. Sehingga bila kita lihat dalam lingkup kelas, nilai yang tampak di antara siswa adalah saling menghormati, rajin beribadah serta menjalankan ajaran agama Hindu. Oleh karena itulah, sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, pendidikan agama Hindu harus diberikan kepada siswa agar siswa dapat mengamalkan ajaran agama Hindu yang berdasarkan sila pertama yaitu Tuhan Yang Maha Esa.


Comments